Mahasiswa Digital Communication Fakultas Ilmu komunikasi Universitas Mercu Buana mengadakan Workshop Literasi Media Digital sebagai luaran Mata Kuliah: Kuliah Peduli Negeri. Acara dengan judul Literasi Media Digital untuk mengurangi Penyebaran Berita Hoax ini diadakan pada Selasa 6 November 2019 dengan khayalak ibu-ibu RPTRA Meruya Selatan. Mahasiwa yang mengadakan acara ini adalah Ega Wira Efni Perdana Deliana Safitri, Muhammad Dio Armando, Irfan Fajri dan Aldy Setiawan dengan dosen pembimbing Sofia Aunul, M.Si.
Jarimu malapetakamu. Ungkapan itu mengandung arti agar kita berhati-hati dalam menggunakan media sosial (medsos). Sebab bila tidak berhati-hati, bisa mendekam di penjara. Oleh karenanya, untuk mengurangi berita hoaks, Mahasiswa Universitas Mercu Buana menggelar workshop bertajuk “Literasi Media Digital Untuk Mengurangi Berita Hoaks” di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Meruya Selatan, Rabu (6/11).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh dosen pembimbing kuliah peduli negeri Universitas Mercu Buana, Sofia Aunul, Sekretaris PKK Meruya Selatan, Dien Budiningsih, mahasiswa-mahasiswai Mercu Buana, ibu-ibu PKK Meruya Selatan, serta warga sekitar.
Selaku pembicara sekaligus mahasiswi Universitas Mercu Buana dari Fakultas Ilmu Komunikasi bidang Studi Digital Communications, Deliana Safitri, membagikan tips untuk melawan berita hoaks, pertama, jangan langsung membagi ulang tautan berisi berita bombastis yang beredar di media sosial maupun di aplikasi pesan singkat.
Kedua, cermati pembuat berita. Caranya, pastikan memiliki keterangan yang jelas soal alamat redaksi dan susunan dewan redaksi.
Selanjutnya ketiga, cek keberadaan berita bombastis tersebut di lebih dari satu media. Jika tidak ada, bukan selalu artinya tak benar, tapi bisa diragukan.
Kemudian keempat, periksa ulang tautan gambar dengan pengantar bombastis. Karena kerap kali gambar-gambar sensasional yang dipakai tak sesuai kontraksinya.
Terakhir, jika sebuah tautan memicu emosi-emosi ekstrem, berhati-hatilah. Karena berita palsu dibuat kerap memicu emosi.
“Sehingga dengan workshop ini diharapkan kita bisa menggunakan medsos secara cerdas, kreatif dan produktif. Hal itu agar terhindar dari penyebaran berita hoaks,” ujar Deliana.
Deliana menyebutkan, berdasarkan penelitian terbaru dari Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa orang yang berusia di atas 65 tahun memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menyebarkan berita hoaks di medsos.
Dia melanjutkan, melansir peneliti asal Indonesia yang telah dipresentasikan di Asian Network for Public Opinion Research (ANPOR) Annual Conference pada November 2018 lalu, menyebutkan bahwa kecenderungan penyebaran tertinggi datang dari kaum pria sebesar 56,5 persen, sementara kaum perempuan 43,4 persen.
Pembicara lainnya, Ega Wira Efni Perdana dari fakultas yang sama Mahasiswa Mercu Buana, menambahkan, bahwa ancaman hukuman penyebaran berita hoaks sebagaimana datur dalam Pasal ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dapat dipidana berdasarkan Pasal 45 A yata (1) UU 19/2016.